Langsung ke konten utama

Istri Pengen Self Care VS Suami yang Nggak Peka

Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ).  Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka 😢  Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! 🤭 Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu.  Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi mere

Review Film Kim Ji Young, Perempuan di Tengah Budaya Patriarki


Katanya film yang sukses adalah film yang mampu membuat penontonnya terngiang-ngiang setelah menonton. Dan film ini berhasil banget "menghantuiku". Rasanya aku nggak akan tenang kalau belum menumpahkannya dalam bentuk review.


Kim Ji Young, Born 1982. Seperti judulnya cerita ini terpusat pada tokoh Ji Young, seorang ibu rumah tangga biasa dengan kesehariannya mengurus rumah, suami dan anaknya yang masih berusia 2 tahun.


Film ini sangat relate dengan kehidupanku sebagai ibu rumah tangga yang juga memiliki bayi. Setiap adegan benar-benar menggambarkan keseharian seorang ibu rumah tangga. Bagaimana sibuk dan repotnya mengurus anak. Juga berbagai perasaan dan pertarungan batin yang berkecamuk. Lelah, hampa, jenuh dengan keseharian yang sangat monoton, belum lagi adanya perasaan dilema antara ingin mengejar karier namun tidak bisa meninggalkan anak. Tentunya ini juga relate dengan banyak ibu lainnya.


Di part awal film ini terasa agak membosankan. Alur yang flat dan lambat membuatku sulit menerka konflik apa yang akan terjadi karena sekilas semua terlihat baik-baik saja. Setidaknya itu jugalah yang diyakini oleh Ji Young, ia merasa dirinya baik-baik saja. Cerita mulai menarik ketika Ji Young mulai menunjukan sikap aneh, hingga akhirnya suami Ji Young lah yang menyadari bahwa istrinya sedang mengidap depresi.

Jika menengok realita, pasca melahirkan seorang ibu memang rentan mengalami depresi. Perubahan hormon yang drastis, baby blues berkepanjangan, penyesuaian diri dengan peran baru sebagai ibu, perubahan rutinitas dari wanita karier menjadi ibu rumah tangga, termasuk rasa kecewa karena harus mengorbankan mimpi demi anak. Semua itu bisa jadi pemicunya. Ditambah lagi, dalam cerita ini Ji Young juga memiliki masa lalu yang buruk. Sebagai perempuan ia kerap kali mendapat perlakuan disktimitif dari orang-orang di sekitarnya. Tidak hanya oleh kaum lelaki tapi juga sesama perempuan. Ketika ia menjadi ibu ingatan-ingatan itu kembali bermunculan.

Menariknya, tidak semua lelaki dalam film ini digambarkan bersikap diskriminatif. Adalah Jung Dae Hyun (diperankan oleh Gong Yoo) suami Ji Young yang merupakan tipe suami idaman semua wanita. Tau dong Gong Yoo, pemeran utama dalam serial Goblin? Tidak hanya ganteng, dalam film ini ia juga digambarkan sebagai suami yang sangat peduli dan memahami kondisi istrinya. Di beberapa adegan juga ditunjukan bahwa ia mau membantu pekerjaan sehari-hari sang istri (Duhh, asli ini bikin melting 😍. Sama melting-nya kalau ngelihat paksu lagi bantu-bantu pekerjaan rumah).


Hal ini cukup menohok. Suami yang care seperti Dae Hyun saja belum tentu bisa menghindarkan istri dari depresi. Sementara di luar sana ada banyak suami yang kurang peka, merasa gengsi dan menganggap bahwa pekerjaan rumah tangga sepenuhnya adalah tanggung jawab istri.

Film ini benar-benar menyuarakan isi hati banyak perempuan. Berbagai isu perempuan diangkat secara komplit, dikemas dengan jalan cerita yang menarik. Mulai dari stigma masyarakat tentang perempuan, posisi perempuan di tengah keluarga dan lingkungan kerja yang sering dipandang sebelah mata, hingga isu tentang seksual harassement di mana perempuan sebagai korban justru kerap kali disalahkan.

Film ini mencoba membuka mata bahwa budaya patriarki masih sangat kental di masyarakat. Dan Ji Young adalah salah satu korban dari ketidakberdayaan melawan budaya patriarki tersebut. Sangat disayangkan kenapa film ini justru menjadi kontroversi bahkan kabarnya sempat diboikot di negaranya sendiri, Korea Selatan.

Ini adalah salah satu film yang wajib ditonton tidak hanya oleh perempuan namun juga kaum lelaki. Apalagi dengan deretan pemain yang kualitas aktingnya tidak perlu diragukan lagi. 


Ada Jung Yu Mi. Selain karakter wajahnya memang cocok memerankan Ji Young, ia juga sangat menjiwai perannya itu. Tanpa perlu banyak kata, ia bisa memperlihatkan beban berat yang dipendam oleh Ji Young melalui ekspresi wajah dan gesture yang ia ditunjukkan sepanjang film. Gong Yoo sebagai lawan main dapat mengimbangi. Aktingnya natural. Chemistry-nya bersama Jung Yu Mi sebagai pasangan suami istri pun oke.


Ada juga aktris senior Kim Mi Kyung. Karakter sebagai wanita sombong dan serakah dalam film Person Who Gives Happines melekat kuat dalam dirinya. Namun di film ini ia berhasil lepas dari itu, menjadi ibu Ji Young (Mi Sook), sosok wanita tegar yang sangat menyayangi anaknya dan rela berkorban untuknya.

O iya, film ini diangkat dari novel best seller Korea dengan judul yang sama. Ditulis oleh Cho Nam Joo, seorang mantan penulis naskah di salah satu stasiun televisi Korea. Kabarnya ia terinspirasi dari kisah hidupnya sendiri yang tidak jauh beda dengan Kim Ji Young.  Mungkin kalian pernah melihat bukunya di toko buku atau bahkan pernah membacanya?

Over all film ini sangat recommended untuk ditonton!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Softlens New More Dubai (Honey Brown)

Sebagai penderita mata minus aku jarang banget memakai softlens. Aku lebih memilih pakai kacamata untuk sehari-hari karena nggak ribet, dan hanya memakai softlens untuk event tertentu saja seperti kondangan atau acara spesial lain. Kebetulan bulan ini banyak banget undangan nikahan. Jadi aku memutuskan untuk beli softlens lagi. Walau hanya perintilan kecil aku ngerasa ini ngaruh banget untuk penampilanku keseluruhan. Meski baju dan dandanan udah cantik, kalau pakai kacamata tuh rasanya kurang perfect aja gitu.

Perjalanan Seorang Ibu Baru Berdamai dengan Diri Sendiri

Butuh waktu 3 tahun sampai aku bener-bener bisa menerima peran baruku sebagai ibu. Sebelumnya, aku cukup struggle dengan segala perubahan yang terjadi. Duniaku melambat. Aku yang selama ini ambisius tiba-tiba harus kehilangan apa yang selama ini kukejar. Karier, kebebasan, penghasilan dan juga mimpi-mimpiku. Aku ngerasa useless , nggak berharga, nggak berdaya sehingga aku marah ke diri sendiri. Aku juga ngerasa bersalah karena nggak mampu membahagiakan orang-orang yang kucintai. Kondisiku ini, kalau dilihat dari skala kesadaran manusia, berada pada level terendah, lebih rendah dibandingkan perasaan sedih, di mana orang-orang bisa sampai terpikir bunuh diri, itu karena dia udah ada pada level kesadaran tersebut. Untungnya, aku masih cukup waras untuk tidak melakukan hal-hal yang membahayakan. Meski begitu, aku selalu dilanda kecemasan hampir setiap saat. Desember 2021, bulan di mana anakku tepat berusia 3 tahun. Aku merasa bahwa yang terjadi denganku sudah sangat mengganggu. Sempet coba

Silly Gilly Daily: Rekomendasi Bacaan untuk Para Introvert

Beberapa tahun ini buku dengan konsep full colour dengan gambar-gambar ilustrasi sedang naik daun. Ditandai dengan munculnya buku #88LOVELIFE karya fashion blogger Diana Rikasari dan ilustrator Dinda PS pada tahun 2015 (Kabarnya buku ini sempat ditolak oleh penerbit sebelum akhirnya menjadi buku best seller ). Hingga baru-baru ini muncul buku yang fenomenal banget, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (nkcthi) yang langsung terjual 5000 eksemplar di menit-menit pertamanya (Aku termasuk salah satu yang menunggu2 buku ini terbit. Sampai harus bolak balik ke toko buku karena selalu sold out ). Kehadiran buku berilustrasi semacam ini menurutku memberi dampak sangat positif sehingga masyarakat antusias datang ke toko buku. Padahal dari segi harga buku ini tidaklah murah. Orang yang tadinya nggak suka membaca mulai tertarik dengan buku karena ilustrasinya. Bagi yang memang hobi membaca, mereka jadi punya alternatif bacaan yang nggak cuma berisi tulisan aja.