Langsung ke konten utama

Istri Pengen Self Care VS Suami yang Nggak Peka

Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ).  Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka 😢  Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! 🤭 Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu.  Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi mere

Review Film Teman Tapi Menikah


Ini adalah salah satu film yang paling aku tunggu di tahun ini. Sebelumnya aku udah baca versi novelnya dengan judul yang sama. Dan pernah juga aku ulas di blog beberapa waktu yang lalu.http://isykasyukriya.blogspot.co.id/2018/01/review-temantapimenikah-ayudia-bing.html  Kali ini aku akan membuat review filmnya. 
Sebagai film adaptasi dari novel, menurutku film ini cukup sukses. Bercerita tentang perjalanan cinta Ditto Percussion dan Ayudya Bing Slamet dari yang tadinya bersahabat sejak SMP hingga akhirnya bisa menikah. Satu kata untuk mendiskripsikan keseluruhan film ini 'manis'.
Diawali dengan opening yang sangat menarik. Berupa permainan perkusi dari peralatan rumah tangga dan bunyi-bunyian yang sering kita dengar sehari-hari. Sangat mewakili kecintaan Ditto, si tokoh utama terhadap perkusi. Opening ini sekaligus membuatku semakin nggak sabar ingin segera masuk ke dalam kisahnya.
Adegan demi adegan (terutama di bagian awal) diceritakan dengan sangat mengalir, ceria, dinamis. Diselingi jokes segar yang asyik banget untuk diikuti sampai-sampai nggak kerasa aku nonton udah mau ending aja. :-D
Sama seperti openingnya, film ini juga berhasil menghadirkan ending yang keren. Nggak perlu bertele-tele, cukup dengan 1 scene aja. Ya, 1 scene di adegan terakhir mampu memberikan surprize manis yang bikin aku ikut ngrasa terharu dan bahagia.
Satu hal aja yang bikin aku kurang sreg, adalah pilihan pemainnya. Aku nggak tau apa pertimbangan sutradara memasangkan Adipati Dolken dengan Vanesha Prescilla. Aku akui akting keduanya sama-sama bagus di film ini. Adipati yang biasanya memerankan karakter serius, cool dan kalem ternyata bisa pecah juga saat menjadi Ditto. Vanesha, seperti yang kita tahu karaker Milea masih melekat kuat pada dirinya. Tapi di film ini ia berhasil keluar dari image Milea yang manis menjadi Ayu si gadis tomboy. (Sedikit aja sih, kekurangan Vanesha terlihat ketika sedang berakting sedih. Setelah 12 tahun akhirnya ia tahu bahwa sahabatnya sendiri memendam cinta padanya, padahal ia sudah punya pacar dan nyaris bertunangan. Harusnya ada kesedihan mendalam. Tapi di film ini Vanesha bahkan menangis tanpa air mata sedikitpun. Hal yang sama juga terjadi saat adegan Ayu putus dengan pacarnya). Selebihnya, aku bisa merasakan chemistry keduanya. Terutama ketika saling melempar candaan, kekompakan mereka dapet banget!
Tapi tetep aja sebagai pembaca novel, maaf kalo aku jadi rada rewel. Aku kurang bisa mengaitkan Adipati-Vanesha dengan Ditto-Ayu yang sebenarnya. Ditto dan Ayu kan seumuran. Mereka juga memiliki karakter muka yang mirip terutama mata belo yang jadi ciri khas keduanya. Aku berharap tokoh Ditto dan Ayu bisa diperankan oleh orang yang memiliki kesamaan yang seperti itu juga. Sementara yang kulihat pada pasangan Adipati dan Vanesha jauh berbeda. Umur Adipati yang jauh diatas Vanesha membuatnya terlihat lebih tua. Apalagi ketika ia berperan sebagai anak SMP, meski sudah didandani sedemikian rupa tetep aja kelihatannya maksa. Ketika SMA pun aku masih ngrasain hal yang sama. Menurutku, ini bisa disiasati dengan memilih lawan main dan teman-teman sekolah yang nggak terlalu muda banget agar bisa mengimbangi. Seperti ketika Adipati dipasangkan dengan Putri Marino dalam film Posessif. Mereka nampak sepantaran. Dan disini Adipati terlihat masih cocok berperan sebagai murid SMA. Bisa juga Vanesha yang dipasangkan dengan aktor lain yang seumuran dengannya. Tapi sebenarnya aku ngrasa tokoh Ayu yang tomboy kurang cocok diperankan oleh Vanesha yang memiliki karakter wajah feminime. Bahkan dalam bukunya disebutkan Ditto sering mengejek Ayu karena dekil dan mirip preman, sedangkan wajah Vanesha jauh dari image tersebut. Sekali lagi, itu hanya karakter fisik, secara akting mereka oke.


Overall aku suka film ini. Walaupun beberapa adegan ada yang dihilangkan_mungkin karena pertimbangan durasi_tapi tetep bagus dan nggak ngurangi essensi cerita. Malahan ada beberapa adegan yang ditambah sebagai penajam konflik. Juga beberapa dialog yang sebenernya nggak ada di buku, wich is good! Lagu-lagunya pun asyik semua untuk didengerin. 
Dan aku sangat berterimakasih kepada sutradara dan penulis skenario yang enggak gatel nambahin konflik secara berlebihan sehingga menghilangkan daya tarik film ini sendiri, real storynya, kesederhanaan dan kerealetableannya dengan kehidupan nyata penonton.
Intinya film ini recommended banget deh, nggak cuma buat anak remaja tapi juga kita yang udah kerja atau malah udah nikah. Itung-itung nostalgia jaman SMA. Tenang aja, nggak ada adegan menye-menye yang bikin eneg kok. Sebaliknya penonton disuguhkan dengan hiburan segar nan manis. Kalaupun ada part sedihnya, semua diceritakan sesuai porsi, nggak berlebihan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Softlens New More Dubai (Honey Brown)

Sebagai penderita mata minus aku jarang banget memakai softlens. Aku lebih memilih pakai kacamata untuk sehari-hari karena nggak ribet, dan hanya memakai softlens untuk event tertentu saja seperti kondangan atau acara spesial lain. Kebetulan bulan ini banyak banget undangan nikahan. Jadi aku memutuskan untuk beli softlens lagi. Walau hanya perintilan kecil aku ngerasa ini ngaruh banget untuk penampilanku keseluruhan. Meski baju dan dandanan udah cantik, kalau pakai kacamata tuh rasanya kurang perfect aja gitu.

Perjalanan Seorang Ibu Baru Berdamai dengan Diri Sendiri

Butuh waktu 3 tahun sampai aku bener-bener bisa menerima peran baruku sebagai ibu. Sebelumnya, aku cukup struggle dengan segala perubahan yang terjadi. Duniaku melambat. Aku yang selama ini ambisius tiba-tiba harus kehilangan apa yang selama ini kukejar. Karier, kebebasan, penghasilan dan juga mimpi-mimpiku. Aku ngerasa useless , nggak berharga, nggak berdaya sehingga aku marah ke diri sendiri. Aku juga ngerasa bersalah karena nggak mampu membahagiakan orang-orang yang kucintai. Kondisiku ini, kalau dilihat dari skala kesadaran manusia, berada pada level terendah, lebih rendah dibandingkan perasaan sedih, di mana orang-orang bisa sampai terpikir bunuh diri, itu karena dia udah ada pada level kesadaran tersebut. Untungnya, aku masih cukup waras untuk tidak melakukan hal-hal yang membahayakan. Meski begitu, aku selalu dilanda kecemasan hampir setiap saat. Desember 2021, bulan di mana anakku tepat berusia 3 tahun. Aku merasa bahwa yang terjadi denganku sudah sangat mengganggu. Sempet coba

Silly Gilly Daily: Rekomendasi Bacaan untuk Para Introvert

Beberapa tahun ini buku dengan konsep full colour dengan gambar-gambar ilustrasi sedang naik daun. Ditandai dengan munculnya buku #88LOVELIFE karya fashion blogger Diana Rikasari dan ilustrator Dinda PS pada tahun 2015 (Kabarnya buku ini sempat ditolak oleh penerbit sebelum akhirnya menjadi buku best seller ). Hingga baru-baru ini muncul buku yang fenomenal banget, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (nkcthi) yang langsung terjual 5000 eksemplar di menit-menit pertamanya (Aku termasuk salah satu yang menunggu2 buku ini terbit. Sampai harus bolak balik ke toko buku karena selalu sold out ). Kehadiran buku berilustrasi semacam ini menurutku memberi dampak sangat positif sehingga masyarakat antusias datang ke toko buku. Padahal dari segi harga buku ini tidaklah murah. Orang yang tadinya nggak suka membaca mulai tertarik dengan buku karena ilustrasinya. Bagi yang memang hobi membaca, mereka jadi punya alternatif bacaan yang nggak cuma berisi tulisan aja.