Langsung ke konten utama

Istri Pengen Self Care VS Suami yang Nggak Peka

Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ).  Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka 😢  Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! 🤭 Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu.  Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi mere

Talk about Relationship

Ada sebuah buku menarik berjudul Eneagram karya Renee Baron dan Elizabeth Wagele. Yang berisi tentang 9 tipe kepribadian manusia. Selain memberi ulasan tentang masing-masing tipe, buku ini juga memberikan semacam test untuk mengetahui termasuk ke dalam tipe manakah kita. Beberapa waktu lalu aku dan suami sama-sama mencoba test tersebut dan hasilnya cukup mengejutkan.
Point tertinggi yang kuperoleh ada pada tipe romantis. Sebaliknya di tipe ini suami mendapat point terendahnya. Dari situ akupun menyadari apa yang sering menjadi akar masalah kami selama ini, terutama di tahun-tahun awal kami bersama. Kami memiliki kepribadian yang bertolak belakang. Aku sering merasa suami terlalu cuek, tidak perhatian dan tidak romantis. Sebaliknya, mungkin ia merasa kesal karena aku terlalu melankolis dan lebay.
Lalu bagaimana akhirnya kami bisa bertahan dengan perbedaan tersebut? Jodoh bukan berarti harus 100% langsung cocok. Butuh proses panjang untuk itu. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki isi kepala yang berbeda.
Ada beberapa hal yang bisa dirubah. Namun ada juga yang tidak. Misalnya 9 karakter yang disebutkan dalam buku eneagram. Itu merupakan anugerah Tuhan yang diberikan sejak lahir yang sulit dirubah. Dari kesembilan karakter itu tidak ada yang terbaik ataupun terburuk. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kita cuma butuh siasat agar bisa berdamai dengan itu. Perlu juga komitmen untuk saling mengerti.

Tipe romantis misalnya. Dalam buku disebutkan bahwa tipe ini memiliki sisi negative antara lain sering diselimuti oleh perasaan putus asa, membenci diri sendiri dan merasa tidak pantas dicintai. Sebagai pasangan kita bisa memberikan dukungan, pujian dan membantunya untuk belajar mencintai dan menghargai diri sendiri. Hal itu akan sangat berarti bagi si tipe romantis. Namun belum tentu akan berefek sama pada tipe yang lain karena kebutuhannya berbeda.
Aku jadi ingat pernah membaca artikel tentang macam-macam bahasa cinta. Ini juga penting untuk menyikapi perbedaan karakter dengan pasangan. Ada word, gift, touch, service dan time. Untuk detail penjelasannya silakan baca link berikut ini https://kelascinta.com/relationship/lima-bahasa-cinta Setiap orang memiliki bahasa cinta yang berbeda.  Kita harus bisa mengidentifikasi. Caranya mudah sebenarnya, perhatikan kebiasaan yang sering dilakukan pasangan saat bersama kita. Jika dia sering memuji penampilan kita, tidak sungkan mengungkapkan perasaan cinta, besar kemungkinan dia termasuk kelompok ‘word’. Jika dia lebih sering memberikan hadiah (meskipun kita nggak ulang tahun), mentraktir atau membelikan barang yang kita inginkan saat jalan-jalan di mall kemungkinan dia termasuk kelompok ‘gift’, begitupun seterusnya. Dengan mengetahuinya, kita bisa memberikan bahasa cinta yang tepat untuk pasangan.


Seringkali terjadi, salah satu pasangan merasa tidak dicintai, padahal kita sudah berjuang mati-matian untuknya (menurut kita). Begitupun sebaliknya. Akhirnya masing-masing merasa memperjuangkan cinta sendirian. Padahal sebenernya hanya masalah perbedaan bahasa cinta saja.
Aku termasuk salah satu yang pernah mengalami hal tersebut . Aku memiliki bahasa cinta ‘word’, sedangkan suami ‘service’. Bagiku cinta harus diucapkan dengan kata-kata. Sementara suami, lebih memilih membiarkan cinta mengalir. Baginya memberi perhatian sudah cukup untuk mengungkapkan cinta.
Percaya atau tidak, perlu waktu 11 tahun sampai akhirnya kami benar-benar menyadari kebutuhan bahasa cinta satu sama lain. Perlahan kami sama-sama berubah, saling menyesuaikan diri. Setahun lalu, di hari ulang tahunku, tiba-tiba suami mengirimiku bunga dengan kartu ucapan yang romantic. Rasanya bahagia banget, tapi juga ingin ketawa, karena selama ini dia tidak pernah seperti itu. Aku juga mulai menghargai apa yang dilakukannya sebagai bentuk cara dia mencintaiku. Perhatian-perhatian kecil seperti membantuku memasak, membuatkan teh, menemani jalan-jalan ternyata adalah bahasa cintanya yang selama ini tidak pernah kusadari.
Dari situ hubungan kami menjadi jauh lebih baik. Bukan berarti tidak ada pertengkaran sama sekali. Sesekali ada, itupun hanya masalah kecil dan kami selalu bisa menyelesaikan dengan baik. Setelahnya justru kami merasa lebih saling mencintai.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Softlens New More Dubai (Honey Brown)

Sebagai penderita mata minus aku jarang banget memakai softlens. Aku lebih memilih pakai kacamata untuk sehari-hari karena nggak ribet, dan hanya memakai softlens untuk event tertentu saja seperti kondangan atau acara spesial lain. Kebetulan bulan ini banyak banget undangan nikahan. Jadi aku memutuskan untuk beli softlens lagi. Walau hanya perintilan kecil aku ngerasa ini ngaruh banget untuk penampilanku keseluruhan. Meski baju dan dandanan udah cantik, kalau pakai kacamata tuh rasanya kurang perfect aja gitu.

Perjalanan Seorang Ibu Baru Berdamai dengan Diri Sendiri

Butuh waktu 3 tahun sampai aku bener-bener bisa menerima peran baruku sebagai ibu. Sebelumnya, aku cukup struggle dengan segala perubahan yang terjadi. Duniaku melambat. Aku yang selama ini ambisius tiba-tiba harus kehilangan apa yang selama ini kukejar. Karier, kebebasan, penghasilan dan juga mimpi-mimpiku. Aku ngerasa useless , nggak berharga, nggak berdaya sehingga aku marah ke diri sendiri. Aku juga ngerasa bersalah karena nggak mampu membahagiakan orang-orang yang kucintai. Kondisiku ini, kalau dilihat dari skala kesadaran manusia, berada pada level terendah, lebih rendah dibandingkan perasaan sedih, di mana orang-orang bisa sampai terpikir bunuh diri, itu karena dia udah ada pada level kesadaran tersebut. Untungnya, aku masih cukup waras untuk tidak melakukan hal-hal yang membahayakan. Meski begitu, aku selalu dilanda kecemasan hampir setiap saat. Desember 2021, bulan di mana anakku tepat berusia 3 tahun. Aku merasa bahwa yang terjadi denganku sudah sangat mengganggu. Sempet coba

Silly Gilly Daily: Rekomendasi Bacaan untuk Para Introvert

Beberapa tahun ini buku dengan konsep full colour dengan gambar-gambar ilustrasi sedang naik daun. Ditandai dengan munculnya buku #88LOVELIFE karya fashion blogger Diana Rikasari dan ilustrator Dinda PS pada tahun 2015 (Kabarnya buku ini sempat ditolak oleh penerbit sebelum akhirnya menjadi buku best seller ). Hingga baru-baru ini muncul buku yang fenomenal banget, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (nkcthi) yang langsung terjual 5000 eksemplar di menit-menit pertamanya (Aku termasuk salah satu yang menunggu2 buku ini terbit. Sampai harus bolak balik ke toko buku karena selalu sold out ). Kehadiran buku berilustrasi semacam ini menurutku memberi dampak sangat positif sehingga masyarakat antusias datang ke toko buku. Padahal dari segi harga buku ini tidaklah murah. Orang yang tadinya nggak suka membaca mulai tertarik dengan buku karena ilustrasinya. Bagi yang memang hobi membaca, mereka jadi punya alternatif bacaan yang nggak cuma berisi tulisan aja.