Sejak kecil aku menyukai dunia seni dan hal-hal berbau kreatif. Cita-citaku, kalau nggak jadi penulis ya ilustrator (baca: My Passion Story ) Berangkat dari hal itu, aku memilih jurusan seni sebagai pendidikan formalku. Selama ini aku cukup idealis dan ambisius dalam mengejar sesuatu. Di sekolah aku termasuk murid berprestasi. Aku senang ikut berbagai kompetisi dan sering memenangkan penghargaan. Aku juga berhasil mendapatkan beasiswa di kampus ternama yang menjadi impian banyak orang. Lalu, setelah lulus aku bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan fashion, sesuatu yang memang aku inginkan selama ini. Tapi semuanya terhenti sejak aku punya anak. Aku merasa kehilangan banyak hal. Tidak adanya pencapaian membuatku merasa " unworthy ". Bisa dibilang itu menjadi salah satu titik terendahku (baca: Perjalanan Seorang Ibu Berdamai dengan Diri Sendiri ) Namun, di saat bersamaan, seolah Tuhan ingin memberitahuku, bahwa hidup tidak sekedar mengejar nilai dan angka-an
Libur
tahun baru kemarin aku nemeni Otong cari hape baru di Dukomsel. Selain BEC,
Dukomsel merupakan pusat jual beli hape paling kumplit di bandung. Setelah
muter-muter lebih dari 3jam, akhirnya dapat juga hp yang Otong inginkan.
Tinggal
pertanggung jawaban kami pada rasa capek dan perut kelaparan. Kamipun berjalan
sepanjang jalanmenuju gedung sate sambil memikirkan tempat makan di daerah itu.
Tiba-tiba Otong teringat rekomend dari temannya, ada sebuah tempat makan yang katanya ‘Bandung banget’!
Belum
sempat buka google map untuk mencari lokasi tempat tersebut, Otong mengajakku terus
berjalan. Ternyata tak butuh banyak langkah, tempat yang dimaksud sangat dekat
dengan tempat kami berdiri. Di depan terpampang tulisan besar “Nasi Bancakan”, yang
merupakan nama tempat itu. Awalnya aku sudah curiga melihat banyak mobil yang
diparkir. Dan benar saja, di depan pintu masuk kami telah disambut dengan
antrian yang begitu panjang. Antrian yang langsung mengingatkanku pada
pengantri tiket ‘breaking down part 3’ di BIP beberapa waktu lalu. Untunglah,
ada Otong di depanku, kami bisa bercanda sehingga capek mengantri tidak terasa.
Kami bahkan memanfaatkannya untuk
mengambil foto. Maklum, tempat itu memang cukup unik, apalagi untuk kami
yang bukan asli bandung.
Rumah
makan itu mengambil tema bandung tempo dulu. Dari mulai menu, interior dengan
anyaman bambu, perabot antik dan poster-poster jadul, hingga peralatan makannya
yang terbuat dari besi/seng (itu semua mengingatkanku pada masa kecil di rumah
nenek).
Makanan
disajikan dengan prasmanan. Mulai dari nasi, lauk hingga minum bisa memilih
sendiri, sepuasnya! Nasi disini berupa nasi liwet yang rasanya gurih (mungkin
dicampur dengan santan). O ya, karena penasaran aku mencoba pepes telur asin.
Seperti halnya pepes ikan, pepes ini juga dibungkus daun pisang, hanya saja
isinya telur asin, ada campuran tahunya juga. Rasanya sungguh istimewa! Pilihan
minumnya pun macam-macam, salah satunya ada es goyobot, yang juga merupakan
khas bandung. Sedangkan untuk camilan, ada kue balok. Bukan berarti keras
seperti balok kayu atau es ya. Bentuknya saja yang menyerupai balok. Kalau
rasanya... hehe.. aku sendiri belum pernah makan. Kalau penasaran, kita bisa
mecicipi sekaligus melihat langsung proses pembuatannya.

Komentar
Posting Komentar