Sejak kecil aku menyukai dunia seni dan hal-hal berbau kreatif. Cita-citaku, kalau nggak jadi penulis ya ilustrator (baca: My Passion Story ) Berangkat dari hal itu, aku memilih jurusan seni sebagai pendidikan formalku. Selama ini aku cukup idealis dan ambisius dalam mengejar sesuatu. Di sekolah aku termasuk murid berprestasi. Aku senang ikut berbagai kompetisi dan sering memenangkan penghargaan. Aku juga berhasil mendapatkan beasiswa di kampus ternama yang menjadi impian banyak orang. Lalu, setelah lulus aku bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan fashion, sesuatu yang memang aku inginkan selama ini. Tapi semuanya terhenti sejak aku punya anak. Aku merasa kehilangan banyak hal. Tidak adanya pencapaian membuatku merasa " unworthy ". Bisa dibilang itu menjadi salah satu titik terendahku (baca: Perjalanan Seorang Ibu Berdamai dengan Diri Sendiri ) Namun, di saat bersamaan, seolah Tuhan ingin memberitahuku, bahwa hidup tidak sekedar mengejar nilai dan angka-an
Telah kutemukan
selendangku
di lumbung padi yang lama
kehilangan
bau periuk dan alu
Oh, aku lupa bagaimana
cara terbang
Metropolitan mengajariku
menghitung ketukan high
hills
sehingga jelas
kapan waktu mengangkat
pinggul
kapan boleh menoreh
senyum
Majalah trend mendikte
warna baju
hingga lipstik yang harus kupakai
Sampai tak kukenal lagi diri
karna
topeng di wajahku kian paten
Aku
memuja dewi kecantikan
yang
bersemayam dalam cermin
Kurapal mantra-mantra
pengundang decak kagum
agar lelaki
bertekuk lutut
dan nestapa tak lagi menguntit di antara lilit
perut
Jaka
Tarub telah durjana
mengungkap
rahasia para dewa
Kini ia
rasakan sendiri
bagaimana
melerai nasib
menggantung
hidup pada cerobong asap pabrik,
yang menjadikan
kepala
serupa
mesin-mesin penggerus nurani
Di
persimpangan kami mantapkan langkah
demi
menukar uang dengan angan
Meski tetap terlampau
miskin
bagi kami membeli harga
diri
Kepada anakku
yang selalu rindu bahasa
ibu
Kutitipkan degup jantung
pada moleknya pendar
rembulan di layar kaca
Beradu hiruk pikuk peristiwa
dan dentum lagu pop merajam
tanpa jeda
Dengan gemerlap lampu-lampu
manusia amat lihai menyulap
setiap malam menjadi purnama
Kami senantiasa berpesta
atas kemenangan kami memenggal sepi
Berenang dalam genangan
berahi
di bekas telaga
yang kini ditumbuhi
beton-beton raksasa
Sungguh,
aku tak mau pulang
sebab di sinilah nirwana
( Mei 2010)
Komentar
Posting Komentar