Sejak kecil aku menyukai dunia seni dan hal-hal berbau kreatif. Cita-citaku, kalau nggak jadi penulis ya ilustrator (baca: My Passion Story ) Berangkat dari hal itu, aku memilih jurusan seni sebagai pendidikan formalku. Selama ini aku cukup idealis dan ambisius dalam mengejar sesuatu. Di sekolah aku termasuk murid berprestasi. Aku senang ikut berbagai kompetisi dan sering memenangkan penghargaan. Aku juga berhasil mendapatkan beasiswa di kampus ternama yang menjadi impian banyak orang. Lalu, setelah lulus aku bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan fashion, sesuatu yang memang aku inginkan selama ini. Tapi semuanya terhenti sejak aku punya anak. Aku merasa kehilangan banyak hal. Tidak adanya pencapaian membuatku merasa " unworthy ". Bisa dibilang itu menjadi salah satu titik terendahku (baca: Perjalanan Seorang Ibu Berdamai dengan Diri Sendiri ) Namun, di saat bersamaan, seolah Tuhan ingin memberitahuku, bahwa hidup tidak sekedar mengejar nilai dan angka-an
Dari surau nan jauh Sayup adzan luruh mengatupkan tubuh Di atas hamparan tanah berjelaga Mencari muasal lengking suara Hilang gerisik dedaun tebu Kawan angin bermain-main Teman senja merumahkan beburung liar Di lengannya yang lebam Aku mulai paham bahasa sunyi Tentang mimpi-mimpi buruk itu Yang selalu menjelma diri Seperti cakar menembus celah belukar dan perdu rerumputan Telah kubaca riwayat luka yang kau tulis pada barisan pohon jati di atas bukit sepenggal demi sepenggal nafas terhempas tanpa sempat kau urai manis yang kau rawat sepanjang musim Kini aku mengerti mengapa engkau selalu menghitung tiap detik pertemuan daun rentamu tengadah mengeja cinta dan nasib di lubuk langit sementara aku tak hirau, gagal membaca risau Kutimbun malammu dengan cerita betapa gigih aku belajar menjadi purnama Sebab ingin kupersembahkan padamu gaun pengantin keperakkan Yang akan kau kenakan bila tiba pesta cahaya Di pucuk malam Kupo