Sejak kecil aku menyukai dunia seni dan hal-hal berbau kreatif. Cita-citaku, kalau nggak jadi penulis ya ilustrator (baca: My Passion Story ) Berangkat dari hal itu, aku memilih jurusan seni sebagai pendidikan formalku. Selama ini aku cukup idealis dan ambisius dalam mengejar sesuatu. Di sekolah aku termasuk murid berprestasi. Aku senang ikut berbagai kompetisi dan sering memenangkan penghargaan. Aku juga berhasil mendapatkan beasiswa di kampus ternama yang menjadi impian banyak orang. Lalu, setelah lulus aku bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan fashion, sesuatu yang memang aku inginkan selama ini. Tapi semuanya terhenti sejak aku punya anak. Aku merasa kehilangan banyak hal. Tidak adanya pencapaian membuatku merasa " unworthy ". Bisa dibilang itu menjadi salah satu titik terendahku (baca: Perjalanan Seorang Ibu Berdamai dengan Diri Sendiri ) Namun, di saat bersamaan, seolah Tuhan ingin memberitahuku, bahwa hidup tidak sekedar mengejar nilai dan angka-an
Aku membaca senja yang hilang di matamu
Siapa sembunyikan tarian tujuh rupa
bidadari?
Sekeping mozaik diasingkan waktu
Pelangi kecilku meniup tujuh cahaya lilin
Itulah tonggak habisnya segala pelita jiwa
Adalah sekedar dalih darah yang mengaliri
nadi
Sebab hulunya telah ditanam benci
Dua pasang mata dulu singgah dalam bahtera
Pelangi kecilku bertanya:
Apakah detak yang mereka cipta bagian dari
prosesi
dan bukan pernyataan cinta?
Masih lekat semalam ibunda berbisik
mantera manis bungabunga mimpi
Selalu
Ia latah di akhir kisah
“Dan akhirnya mereka hidup bahagia
selamanya”
Rupanya dinding mulai jemu
mengendapkan kebohongan
Dinihari retak menyemburkan lukaluka
karatan
Angin sibuk merekam makian
Embun saling bentur berdenting
jatuh di kelopak yang terpejam ketakutan
Pelangi kecilku menepi di sudut rumah
kematiannya
demi tak ingin lagi melihat kasih sayang
demi tak mau dengar ketukan ayah ibu pulang
Katanya:
Pagi ini aku terbangun dan kudapati jejak
kaki
mengarah pada dua belantara berbeda
Aku adalah anak yang lahir dari tekateki
dan akan tetap tumbuh bersamanya!
Kekasih
Aku tiba di depan pintu yang kau pagari
Sungguh
Takkan kutinggalkan engkau hanya karena itu
Sebab nestapa telah tersemat layaknya
cincin di jari manis kita
2009
Komentar
Posting Komentar