Tuan ,
semalam kita menyaksikan
detik-detik renta tergelincir dalam pusara
Kurenggut pekat langit
dengan percik api yang kutuai dari dadamu
Kuserahkan nadiku yang
tandus untuk kau aliri darah
agar jelaga di jariku luruh menjadi
bait-bait bersayap
Ini upacara kematian
Dan kita merayakannya dengan
tambur seperti sepasang mempelai
Ah, bukankah air mata adalah
keranda bagi tubuhnya sendiri?
Aku telah berhenti merawat
luka
Semoga waktu tak lagi risau
dengan benih musim dalam
rahim
Tuan, ada cincin di tubuh
purnama!
(Januari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar