Sejak kecil aku menyukai dunia seni dan hal-hal berbau kreatif. Cita-citaku, kalau nggak jadi penulis ya ilustrator (baca: My Passion Story ) Berangkat dari hal itu, aku memilih jurusan seni sebagai pendidikan formalku. Selama ini aku cukup idealis dan ambisius dalam mengejar sesuatu. Di sekolah aku termasuk murid berprestasi. Aku senang ikut berbagai kompetisi dan sering memenangkan penghargaan. Aku juga berhasil mendapatkan beasiswa di kampus ternama yang menjadi impian banyak orang. Lalu, setelah lulus aku bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan fashion, sesuatu yang memang aku inginkan selama ini. Tapi semuanya terhenti sejak aku punya anak. Aku merasa kehilangan banyak hal. Tidak adanya pencapaian membuatku merasa " unworthy ". Bisa dibilang itu menjadi salah satu titik terendahku (baca: Perjalanan Seorang Ibu Berdamai dengan Diri Sendiri ) Namun, di saat bersamaan, seolah Tuhan ingin memberitahuku, bahwa hidup tidak sekedar mengejar nilai dan angka-an
Sekali
lagi matahari harus bertekuk lutut,
menyerah
kalah,
seperti
pagipagi sebelumnya
Dunia
masih lelap dalam buaian
mimpi
yang tak juga kesampaian
Matahari
terpejam
Udara
terpejam
Hati
terpejam
Bulan
hampir terpejam
Akuilah
wahai surya
Wanita
itu lebih perkasa
dipaksanya
pagi membelalakkan mata
Mencakar
lereng bukit
menyeruak,
menyisiri semak tebu
menelusuri
akar jati hingga ke bawah
kakikaki
telanjang
mencium
mesra tanah berbatu
Burung
kecil adalah orkes sepanjang jalan
Senandung
kehidupan dan perjuangan
Dicumbu
pagi buta,
merekalah
penguasa saat kau masih terlena
Dan
ketika kau terlambat menyadari geliat kehidupan
Bergegas
Menggeregah Berbenah
membentangkan
selendang warna emas dari balik bukit
Kau
cipratcipratkan pada daun, embun
pada
bungabunga tebu
pada
tenggok di punggungnya yang harum buah kweni
Sesungguhnya
mereka telah siap mengajakmu berlari
Dan
akhirnya akuilah sekali lagi
wahai
matahari
wanita
itu jauh lebih perkasa memeluk pagi
(Yogya, 2009)
Komentar
Posting Komentar