Sejak kecil aku menyukai dunia seni dan hal-hal berbau kreatif. Cita-citaku, kalau nggak jadi penulis ya ilustrator (baca: My Passion Story ) Berangkat dari hal itu, aku memilih jurusan seni sebagai pendidikan formalku. Selama ini aku cukup idealis dan ambisius dalam mengejar sesuatu. Di sekolah aku termasuk murid berprestasi. Aku senang ikut berbagai kompetisi dan sering memenangkan penghargaan. Aku juga berhasil mendapatkan beasiswa di kampus ternama yang menjadi impian banyak orang. Lalu, setelah lulus aku bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan fashion, sesuatu yang memang aku inginkan selama ini. Tapi semuanya terhenti sejak aku punya anak. Aku merasa kehilangan banyak hal. Tidak adanya pencapaian membuatku merasa " unworthy ". Bisa dibilang itu menjadi salah satu titik terendahku (baca: Perjalanan Seorang Ibu Berdamai dengan Diri Sendiri ) Namun, di saat bersamaan, seolah Tuhan ingin memberitahuku, bahwa hidup tidak sekedar mengejar nilai dan angka-an
Dunia bisu,
Aku mengerti ia mengerti
Matanya bicara resah
Melihat tatapku gelisah
Detak jantungku menyempitkan
waktu. Parade pelangi memang akan berakhir. Berganti selimut petang yang
sempurna. Tapi kami masih menari. Diiringi tetabuhan pilu dan tangis bercampur
gerimis tipis. Tersisa hanya biasmu, dunia masih bisu. Aku melepasmu dengan
caraku, dengan sorot mata tajam itu. Tepat purnama ketujuh, aku setia
menghadirkanmu, dalam malamku, dalam doa-doaku. Aku lumpuh, aku sakit. Bukan
karna hujan yang mengguyurku sejak kemarin. Bukan karna angin dingin yang
mencengkeramku hingga aku mati menggigil.Karnamu.
Angin dan debu berbisik kata rindu untuk kota kecil itu
Sepi dan aku sendiri
Meski kau lihat di bawah sana
Hingar bingar karnaval wajah rupawan
Beserta iring- iringan kendaraan hias berlapis emas
Dari atap gedung tua ini, aku tak bergeming
Masih setia menanti pelangi
(Mei 2009)
Komentar
Posting Komentar