Langsung ke konten utama

Istri Pengen Self Care VS Suami yang Nggak Peka

Aku tergelitik untuk nulis ini karena baca salah satu komentar di Instagramku, yang ngebahas tentang pentingnya para ibu meluangkan waktu untuk self care ( Tonton di sini ).  Kalo ditanya, pasti semua ibu pengen self care -an. Tapi realitanya, boro-boro, mau self care gimana? Udah repot duluan ngurus anak. Belum lagi kalo suami nggak peka 😢  Kayaknya sangat mewakili ibu-ibu banget yaa. Angkat tangan kalo relate ! 🤭 Emang ya, Bun. Setelah punya anak, apalagi masih kecil, mau nyuri waktu self care tuh "menantang" banget. Padahal itu salah satu kebutuhan dasar supaya kita bisa recharge energi. Makanya, penting banget peran suami di sini untuk gantiin take care anak atau bantu pekerjaan rumah selama kita self care . Tapi, banyak istri yang ngerasa suaminya nggak peka, nggak mau bantu.  Tau nggak, kalo sebenarnya kebahagiaan tertinggi seorang laki-laki adalah ketika ia bisa membahagiakan pasangannya. Boleh di kroscek ke suami masing-masing, apa definisi kebahagiaan bagi mere

Dilema TDL

Belum genap sebulan sejak diumumkannya kenaikan tarif dasar listrik sebesar 6-18%, dampak yang diakibatkan sudah cukup terasa meski bukan secara langsung. Hal ini dapat ditandai dengan melonjaknya harga sembako dan kebutuhan pokok lain. Padahal sebenarnya kenaikan TDL hanya ditujukan bagi kalangan menengah atas dan industri, namun rupanya rakyat kecil turut pula menerima imbasnya. Bagaimana tidak, listrik merupakan kebutuhan pokok. Bagi industri sendiri, kenaikan TDL berpengaruh terhadap meningkatnya biaya produksi. Otomatis, harga jual produkpun ikut naik. Meski demikian, produsen tak dapat menetapkan harga terlampau tinggi mengingat persaingan ketat dan minat pembeli yang cenderung menurun. Satu-satunya jalan adalah dengan pemangkasan biaya produksi, yang akhirnya berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Dilematis memang, di sisi lain, tujuan pemerintah menaikkan TDL adalah untuk mengendalikan subsidi sebesar 55,1 triliun. Selama ini subsidi listik diberikan secara merata, baik untuk kalangan mampu maupun tidak mampu. Padahal, pemerintah dan PLN tengah kewalahan menutup biaya operasional yang membengkak dikarenakan kebutuhan listrik masyarakat yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jika TDL tetap, maka perlu adanya tambahan subsidi. Bukan tidak mungkin bisa mencapai dua kali lipatnya. Hal ini tentu tidak baik bagi perkembangan ekonomi negara. Subsidi bagi masyarakat mampu seyogyanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain seperti peningkatan sarana prasarana PLN atau dialihkan untuk sektor pembangunan lain.
Akhirnya, tak ada pilihan lagi bagi masyarakat kecuali menjadikan momentum kenaikan TDL sebagai pembelajaran. Ketika TDL murah, masyarakat cenderung boros dalam penggunaan listrik. Sekarang masyarakat dituntut untuk lebih berhemat dan tidak manja. Bayangkan, selama ini masyarakat rela mengeluarkan uang berapapun untuk rokok dan pulsa. Seharusnya masyarakat tak perlu mengeluh dengan kenaikan TDL. Toh, keputusan itu diambil untuk kebaikan bersama. Pihak PLN pun harus konsekwen yaitu dengan terus meningkatkan pelayanan. Semoga, dengan kerjasama yang baik antara pemerintah, PLN dan masyarakat, dampak kenaikan TDL bisa segera teratasi dan ekonomi negara menjadi lebih baik di masa depan.

Dimuat di harian Minggu Pagi, 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Softlens New More Dubai (Honey Brown)

Sebagai penderita mata minus aku jarang banget memakai softlens. Aku lebih memilih pakai kacamata untuk sehari-hari karena nggak ribet, dan hanya memakai softlens untuk event tertentu saja seperti kondangan atau acara spesial lain. Kebetulan bulan ini banyak banget undangan nikahan. Jadi aku memutuskan untuk beli softlens lagi. Walau hanya perintilan kecil aku ngerasa ini ngaruh banget untuk penampilanku keseluruhan. Meski baju dan dandanan udah cantik, kalau pakai kacamata tuh rasanya kurang perfect aja gitu.

Perjalanan Seorang Ibu Baru Berdamai dengan Diri Sendiri

Butuh waktu 3 tahun sampai aku bener-bener bisa menerima peran baruku sebagai ibu. Sebelumnya, aku cukup struggle dengan segala perubahan yang terjadi. Duniaku melambat. Aku yang selama ini ambisius tiba-tiba harus kehilangan apa yang selama ini kukejar. Karier, kebebasan, penghasilan dan juga mimpi-mimpiku. Aku ngerasa useless , nggak berharga, nggak berdaya sehingga aku marah ke diri sendiri. Aku juga ngerasa bersalah karena nggak mampu membahagiakan orang-orang yang kucintai. Kondisiku ini, kalau dilihat dari skala kesadaran manusia, berada pada level terendah, lebih rendah dibandingkan perasaan sedih, di mana orang-orang bisa sampai terpikir bunuh diri, itu karena dia udah ada pada level kesadaran tersebut. Untungnya, aku masih cukup waras untuk tidak melakukan hal-hal yang membahayakan. Meski begitu, aku selalu dilanda kecemasan hampir setiap saat. Desember 2021, bulan di mana anakku tepat berusia 3 tahun. Aku merasa bahwa yang terjadi denganku sudah sangat mengganggu. Sempet coba

Silly Gilly Daily: Rekomendasi Bacaan untuk Para Introvert

Beberapa tahun ini buku dengan konsep full colour dengan gambar-gambar ilustrasi sedang naik daun. Ditandai dengan munculnya buku #88LOVELIFE karya fashion blogger Diana Rikasari dan ilustrator Dinda PS pada tahun 2015 (Kabarnya buku ini sempat ditolak oleh penerbit sebelum akhirnya menjadi buku best seller ). Hingga baru-baru ini muncul buku yang fenomenal banget, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (nkcthi) yang langsung terjual 5000 eksemplar di menit-menit pertamanya (Aku termasuk salah satu yang menunggu2 buku ini terbit. Sampai harus bolak balik ke toko buku karena selalu sold out ). Kehadiran buku berilustrasi semacam ini menurutku memberi dampak sangat positif sehingga masyarakat antusias datang ke toko buku. Padahal dari segi harga buku ini tidaklah murah. Orang yang tadinya nggak suka membaca mulai tertarik dengan buku karena ilustrasinya. Bagi yang memang hobi membaca, mereka jadi punya alternatif bacaan yang nggak cuma berisi tulisan aja.