Sejak kecil aku menyukai dunia seni dan hal-hal berbau kreatif. Cita-citaku, kalau nggak jadi penulis ya ilustrator (baca: My Passion Story ) Berangkat dari hal itu, aku memilih jurusan seni sebagai pendidikan formalku. Selama ini aku cukup idealis dan ambisius dalam mengejar sesuatu. Di sekolah aku termasuk murid berprestasi. Aku senang ikut berbagai kompetisi dan sering memenangkan penghargaan. Aku juga berhasil mendapatkan beasiswa di kampus ternama yang menjadi impian banyak orang. Lalu, setelah lulus aku bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan fashion, sesuatu yang memang aku inginkan selama ini. Tapi semuanya terhenti sejak aku punya anak. Aku merasa kehilangan banyak hal. Tidak adanya pencapaian membuatku merasa " unworthy ". Bisa dibilang itu menjadi salah satu titik terendahku (baca: Perjalanan Seorang Ibu Berdamai dengan Diri Sendiri ) Namun, di saat bersamaan, seolah Tuhan ingin memberitahuku, bahwa hidup tidak sekedar mengejar nilai dan angka-an
Pada malam natal aku melihat santa clause Ia keluar dari mesin percetakan dalam jumlah ribuan eksemplar Wajahnya terpampang manis tanpa kumis menawarkan produk alat cukur Di lain hari kutemukan ia berjemur di aspal Menyebar flayer-flayer bergambar menu natal Aih, betapa perutnya yang buncit cermin citarasa tiada tara Kadang ia menjelma sepasang gupala Parasnya ajaib mirip manekin Menyapa langkah yang lalu di depan pintu toko baju Ho…ho...ho…. Santa Claus Santa Claus Tawa berguguran di pilar atrium seperti salju dan lollipop Ribuan tubuh bermata keledai menyepuh lowerground Mereka penuhi troli dengan mimpi kanak-kanak d an pundi di perut Santa Ho…ho...ho... Santa Claus Santa Claus Di pamflet tawanya menyergap mata Baliho mengisi ruang-ruang tempurung kepala Hey, Aku melihat santa claus malang terperangkap di ranting cemara Itukah sebabnya Ia biarkan kosong Kaus kaki yang k